2.2 Pengertian Najis
Menurut
bahasa najis artinya semua hal yang kotor, sedangkan najis menurut istilah
adalah sesutau yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan
karena menyebabkan tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah.
2.2.1 Macam-macam
Najis dan Cara Mensucikannya
a. Najis
Mughallazah
Najis Mughallazah
adalah najis besar atau tebal. Misalnya najis anjing dan babi. Cara
mensucikannya: benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh sebanyak tujuh
kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan
tanah.
b. Najis
Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah
adalah najis ringan. Misalnya, kencing anak laki-laki yang belum memakan
makanan lain selain ASI.
Cara mensucikannya:
mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada
benda itu, meskipun tidak mengalir.
Adapun kencing anak
perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI.
Cara mensucikannya:
hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan
hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang
dewasa.
c. Najis
Mutawassitah
Najis Mutawassitah
adalah najis sedang, yaitu najis yang lain daripada kedua macam najis yang
tersebut di atas. Najis sedang ini terbagi atas dua bagian:
Ø Najis
Hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan
warnanya, seperti: kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya
telah hilang.
Cara mensucikannya: najis ini
cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
Ø Najis
‘Ainiyah, yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali
warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan.
Cara mensucikannya:
hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dn baunya.
2.3 Macam-macam
Air
1. Air
yang suci dan menyucikan (Mutlak)
Air yang demikian boleh
diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain. Yaitu
air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah)
keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur
kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
Firman Allah SWT :
“Dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.” (Al-Anfal:11)
Sabda Rasulullah SAW :
“Dari Abu Hurairah r.a.
telah bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Kata laki-laki itu , “
Ya Rasulullah, kami berlayar di laut dan kami hanya membawa air sedikit, jika
kami pakai air itu untuk berwudhu, maka kami akan kehausan. Bolehkah kami
berwudhu dengan air laut?” Jawab Rasulullah Saw., “ Air laut itu suci lagi
menyucikan, bangkainya halal dimakan.” (Riwayat lima ahli hadits. Menurut
keterangan Tirmidzi, hadits ini shahih)
Perubahan air yang
tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” , walaupun
perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna,
rasa, dan baunya) adalah sebagai berikut :
a. Berubah
karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
b. Berubah
karena lama tersimpan, seperti air kolam.
c. Berubah
karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebabkan ikan atau
kiambang.
d. Berubah
karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya,
misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon-pohon yang berdekatan
dengan sumur atau tempat-tempat air itu.
2. Air
suci tetapi tidak menyucikan (Musta’mal)
Zatnya suci, tetapi
tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada
tiga macam air, yaitu :
a. Air
yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan sesuatu benda
yang suci, selain dari perubahan yang tersebut diatas, seperti air kopi, teh
dan sebagainya.
b. Air
sedikit kurang dari dua kulah,
sudah terpakai untuk menghilangkan hadats atau menghilangkan hukum najis,
sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
c. Air
pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon
kayu (air nira), air kelapa, dan sebagainy.
3. Air
yang bernajis
Air najis yaitu air
yang sedikit atau banyak yang terkena najis sehingga berubah rasa atau baunya.
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam :
a. Sudah
berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik
sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b. Air
bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit
(berarti kurang dari dua kulah) tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya sama
dengan najis. Kalau air itu banyak, berarti dua kulah atau lebih, hukumnya
tetap suci dan menyucikan.
Sabda Rasulullah Saw
“Air itu tak dinajisi
sesuatu, kecuali apabila berubah rasa, warna, atau baunya.” (Riwayat Ibnu Majah
dan Baihaqi)
“Apabila
air cukup dua kulah, tidaklah dinajisi oleh suatu apapun.” (Riwayat lima ahli
hadits)
4. Air
yang makruh (Musyammas)
Yaitu yang terjemur
oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh
dipakai untuk badan, tapi tidak makruh untuk pakaian ; kecuali air yang
terjemur ditanah seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan
bejana yang mungkin berkarat.
Sabda Rasulullah Saw
Dari aisyah.
Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka rasulullah saw
berkata padanya, “Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya
air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.”
(Riwayat Baihaqi)
2.4 Pengertian
Hadas dan Cara Mensucikannya
Hadas
adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersui atau
membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah.
Macam-macam
Hadas:
Ø Hadas
Kecil
Adanya sesuatu yang
terjadi dan mengharuskan seseorang berwudhu apabila hendak shalat. Contoh hadas
kecil:
·
Menyentuh lawan jenis
yang bukan muhrim tanpa pembatas.
·
Mabuk.
·
Menyentuh kubul.
·
Menyentuh dubur.
Cara
mensucikan hadas kecil: wudhu atau tayamum.
Ø
Hadas Besar
Sesuatu yang keluar
atau terjadi sehingga mewajibkan seseorang untuk mandi besar atau junub. Contoh
hadas besar:
·
Nifas.
·
Keluar darah saat haid.
·
Berhubungan intim.
·
Keluarnya mani karena
mimpi atau karena sebab lainnya.
2.5 Perbedaan
Antara Hadats dengan Najis
Hadats
adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum
tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat.
Dia terbagi menjadi dua: Hadats akbar yaitu hadats yang hanya bisa
diangkat dengan mandi junub, dan hadats ashghar yaitu yang cukup diangkat
dengan berwudhu atau yang biasa dikenal dengan nama ‘pembatal wudhu’.
Adapun
najis maka dia adalah semua perkara yang kotor dari kacamata syariat, karenanya
tidak semua hal yang kotor di mata manusia langsung dikatakan najis, karena
najis hanyalah yang dianggap kotor oleh syariat. Misalnya tanah atau lumpur itu
kotor di mata manusia, akan tetapi dia bukan najis karena tidak dianggap kotor
oleh syariat, bahkan tanah merupakan salah satu alat bersuci.
Dari perbedaan di atas kita bisa melihat
bahwa hadats adalah sebuah hukum atau keadaan, sementara najis adalah benda
atau zat. Misalnya: Buang air besar adalah hadats dan kotoran yang keluar
adalah najis, buang air kecil adalah hadats dan kencingnya adalah najis, keluar
darah haid adalah hadats dan darah haidnya adalah najis.
Kemudian yang penting untuk diketahui adalah
bahwa tidak ada korelasi antara hadats dan najis, dalam artian tidak semua
hadats adalah najis demikian pula sebaliknya tidak semua najis adalah hadas.
Contoh hadas yang bukan najis adalah mani
dan kentut. Keluarnya mani adalah hadas yang mengharuskan seseorang mandi akan
tetapi dia sendiri bukan najis karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah
shalat dengan memakai pakaian yang terkena mani, sebagaimana disebutkan dalam
hadits Aisyah. Demikian pula buang angin adalan hadas yang mengharuskan wudhu
akan tetapi anginnya bukanlah najis, karena seandainya dia najis maka tentunya
seseorang harus mengganti pakaiannya setiap kali dia buang angin.
Contoh yang najis tapi bukan hadas adalah
bangkai. Dia najis tapi tidak membatalkan wudhu ketika menyentuhnya dan tidak
pula membatalkan wudhu ketika memakannya, walaupun tentunya memakannya adalah
haram. Jadi, yang membatalkan thaharah hanyalah hadas dan bukan najis.
Karenanya jika seseorang sudah berwudhu lalu
dia buang air maka wudhunya batal, akan tetapi jika setelah dia berwudhu lalu
menginjak kencing maka tidak membatalkan wudhunya, dia hanya harus mencucinya
lalu pergi shalat tanpa perlu mengulangi wudhu, dan demikian seterusnya.
Kemudian di antara perbedaan antara hadas
dan najis adalah bahwa hadas membatalkan shalat sementara najis tidak
membatalkannya. Hal itu karena bersih dari hadats adalah syarat syah shalat
sementara bersih dari najis adalah syarat wajib shalat. Dengan dalil hadits Abu
Said Al-Khudri dimana tatkala Nabi -alaihishshalatu wassalam- sedang mengimami
shalat, Jibril memberitahu beliau bahwa di bawah sandal beliau adalah najis.
Maka beliau segera melepaskan kedua sandalnya -sementara beliau sedang shalat-
lalu meneruskan shalatnya. Seandainya najis membatalkan shalat tentunya beliau
harus mengulangi dari awal shalat karena rakaat sebelumnya batal. Tapi tatkala
beliau melanjutkan shalatnya, itu menunjukkan rakaat sebelumnya tidak batal
karena najis yang ada di sandal beliau. Jadi orang yang shalat dengan membawa
najis maka shalatnya tidak batal, akan tetapi dia berdoa kalau dia sengaja dan
tidak berdosa kalau tidak tahu atau tidak sengaja.
Dari uraian di atas kita bisa memetik beberapa perbedaan antara hadas
dan najis dikalangan fuqaha` yaitu:
1. Hadas adalah hukum atau keadaan, sementara najis adalah zat atau benda.
2. Hadas membatalkan wudhu sementara najis tidak.
3. Hadas membatalkan shalat sementara najis tidak.
4. Hadas diangkat dengan bersuci (wudhu, mandi, tayammum), sementara najis dihilangkan cukup dengan dicuci sampai hilang zatnya.
1. Hadas adalah hukum atau keadaan, sementara najis adalah zat atau benda.
2. Hadas membatalkan wudhu sementara najis tidak.
3. Hadas membatalkan shalat sementara najis tidak.
4. Hadas diangkat dengan bersuci (wudhu, mandi, tayammum), sementara najis dihilangkan cukup dengan dicuci sampai hilang zatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar